SINAR MERDEKA 29 Oktober 2024
Kejaksaan Agung telah resmi menetapkan dua orang sebagai tersangka dalam dugaan kasus korupsi terkait impor gula di Kementerian Perdagangan pada periode 2015-2016.
Salah satu tersangka berinisial TTL, mantan Menteri Perdagangan, dan CS, Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PT PPI).
Kedua tersangka ditetapkan berdasarkan surat perintah dari Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM PIDSUS).
Rincian Kasus: Persetujuan Impor yang Melanggar Aturan
Pada 2015, hasil rapat koordinasi antar kementerian menyatakan bahwa Indonesia mengalami surplus gula dan tidak memerlukan impor.
Namun, tersangka TTL justru mengeluarkan izin impor gula kristal mentah (GKM) sebanyak 105.000 ton kepada PT AP.
Keputusan ini tidak melalui rapat koordinasi dengan instansi terkait dan tanpa rekomendasi dari Kementerian Perindustrian, yang bertujuan untuk memastikan kebutuhan gula dalam negeri.
Selanjutnya, pada akhir 2015, digelar rapat di Kemenko Perekonomian yang menyebutkan kekurangan gula kristal putih (GKP) sebanyak 200.000 ton untuk menjaga stabilitas harga gula.
Pada Januari 2016, TTL kembali mengeluarkan surat penugasan kepada PT PPI untuk memenuhi stok gula nasional dengan skema kerja sama bersama produsen gula dalam negeri.
PT PPI kemudian bekerja sama dengan delapan perusahaan gula swasta untuk mengolah GKM menjadi GKP.
Penjualan Gula dengan Harga Tinggi dan Kerugian Negara
Dalam praktiknya, PT PPI bekerja sama dengan delapan perusahaan swasta yang mengimpor GKM dan mengolahnya menjadi GKP.
Namun, gula tersebut dijual ke masyarakat dengan harga Rp16.000/kg, melebihi harga eceran tertinggi (HET) Rp13.000/kg.
Praktik ini tidak melalui operasi pasar dan PT PPI mendapat fee sebesar Rp105/kg dari pengadaan tersebut.
Akibat tindakan ini, negara diperkirakan merugi hingga Rp400 miliar, yang seharusnya menjadi pemasukan bagi BUMN.
Penahanan dan Jerat Hukum
Kedua tersangka kini menjalani penahanan selama 20 hari di Rumah Tahanan Salemba.
TTL ditahan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, sedangkan CS di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung.
Mereka diduga melanggar Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang diubah oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.